Sekolah di Tanah Perjuangan
Sekolah Swadaya Anak-anak SAD Kubu Lalan |
Pendidikan merupakan salah satu cara untuk memutus mata rantai kemiskinan, karenanya pendidikan sangat penting bagi setiap orang, seseorang dengan pendidikan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan hidup yang lebih layak. Selain itu pendidikan merupakan faktor utama dalam menentukan kemajuan sebuah bangsa. Namun di Indonesia, untuk merasakan pendidikan yang baik dan berkualitas masih sangat sulit. Kondisi Negara yang luas sering kali menjadi alasan terhambatnya sistem pemerataan, sehingga daerah-daerah pedalaman lagi-lagi dihadapkan dengan persoalan mutu pendidikan. Di daerah pedalaman beragam masalah mewarnai perjalanan pendidikan seperti, tingginya angka putus sekolah, kekurangan guru, minimnya fasilitas dan akses sekolah yang jauh. Selain itu, masalah lingkungan dan kondisi masyarakat di suatu daerah juga mempengaruhi berlangsungnya proses pendidikan.
Kubu Lalan merupakan Suku Anak Dalam (SAD) yang bermukim di pedalaman Dusun Pangkalan Ranjau, Desa Tanjung Lebar, Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi, tepatnya di ujung selatan Provinsi Jambi. SAD Kubu Lalan adalah masyarakat adat yang bertahun-tahun memperjuangkan haknya atas hutan dan tanah ulayat, yang telah dirampas oleh pihak perusahaan yang mengantongi izin konsensi dari Negara. Tanah ulayat adalah warisan dari nenek moyang mereka, sekaligus tempat tinggal dan sumber kehidupan bagi masyarakat SAD.
Sebelum perusaahan menguasai wilayah adat, masyarakat SAD hidup dengan damai, sehari-hari mereka berkebun, berburu dan meramu untuk memenuhi kehidupannya. Namun, semenjak wilayah adat mereka diklaim, tidak jarang pihak perusahaan melakukan pengusiran, menangkap masyarakat SAD yang mereka sebut perambah, membakar rumah dan menghancurkan kebun masyarakat SAD. Hingga akhirnya perseteruanpun tak terelakkan. berkali-kali masyarakat SAD melakukan perlawanan namun tetap berujung kekalahan, ketika aturan Negara memaksa mereka membuktikan secara administrasi atas keberadaannya, sementara mereka buta huruf dan angka.
Keterbelakangan pendidikan adalah faktor utama yang menyebabkan masyarakat SAD sangat mudah kehilangan haknya. Keterbatasan pengatahuan, buta huruf, dan buta angka membuat mereka sangat mudah di manfaatkan oleh oknum-oknum yang memiliki kepentingan bisnis yang justru merugikan mereka. Bagi masyarakat adat kubu lalan pendidikan saat ini menjadi sangat penting. Ditengah perampasan lahan dan aturan negara, Berpendidikan menjadi sebuah keharusan agar bisa merebut kembali hak atas tanah dan kehidupan.
Konflik yang terjadi di pemukiman wilayah adat membuat anak-anak SAD Kubu Lalan sulit menerima pendidikan. Setiap hari anak-anak SAD menempuh perjalanan berjam-jam lamanya dengan kaki telanjang mengarungi lumpur, menuju gubuk papan berlantai tanah yang mereka sebut sekolah. Ditambah keterbatasan fasilitas kelas, kekurangan guru, gedung yang layak dan jarak sekolah yang jauh, tetap saja hal tersebut tidak pernah membuat anak-anak SAD mengeluh untuk menuntut ilmu. Bahkan ditengah-tengah penindasan dan pengusiran tak berkesudahan, tidak pernah mereka jadikan alasan untuk tidak pergi ke sekolah. Meskipun bangunan papan itu tidak mampu memberikan pendidikan sebagaimana sekolah-sekolah normal pada umumnya, pada kenyataannya sekolah mereka lebih baik dari pada sekolah-sekolah formal. Selain belajar dari alam, mereka juga belajar arti sebuah perjuangan.
Sekolah swadaya penuh keterbatasan ini merupakan satu-satunya sumber pendidikan mereka. Ditengah pembangunan fisik sekolah-sekolah di wilayah kota jambi terus menjamur, seiring dengan dikeluarkannya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), justru berbanding terbalik dengan realita sekolah masyarakat adat kubu lalan yang tak kunjung mendapat sentuhan tangan pemerintah. Di sisi lain, para gurupun seakan hanya berbekal idealisme sebagai pengajar tanpa imbalan demi masa depan muridnya.
Sekolah yang diberi nama “Sekolah Jauh” didirikan secara gotong royong oleh masyarakat SAD dengan bangunan sekolah yang terbuat dari kayu yang mereka peroleh dari hutan, dan kursi tempat duduk murid di buat sendiri dari kayu seadanya. Sekolah mereka didirikan bukan atas dasar kepedulian pemerintah, tapi sekolah mereka hadir atas perjuangan yang panjang merebut wilayah adat mereka yang telah dirampas. Saat itu SAD harus berjuang merebut wilayah adat yang sebelumnya di klaim oleh PT. Restorasi Ekosistem Indonesia, dengan berbagai bentuk perlawanan SAD berhasil merebut tanah ulayat mereka, hingga akhirnya Sekolah Swadaya berdiri di tanah adat bukan ditanah milik perusahaan.
Pada tanggal 23 maret 2018, masyarakat SAD sangat antusias sekali menyambut kedatangan Front Mahasiswa Nasional (FMN) dan Mapala SUTHA, yang menyalurkan sejumlah bantuan berupa; buku, alat tulis, dan pakaian layak pakai untuk di donasikan kepada masyarakat SAD Kubu Lalan. Donasi tersebut mereka kumpulkan dari tanggal 30 oktober 2017 sampai 21 maret 2018. Kegiatan bertema “SAD Ingin Membaca” ini terinspirasi dari cerita salah seorang guru yang mengajar di sekolah jauh, beliau mengatakan bahwa anak-anak SAD sangat suka membaca, hampir setiap sore mereka datang ke rumah gurunya untuk meminjam buku, hanya saja karena katerbatasan buku membuat anak-anak SAD harus mengurung semangat membacanya. Tidak hanya pendistribusian bantuan, dalam kegiatan itu sekitar 20 orang mahasiswa dari Universitas Batanghari (UNBARI) dan Universitas Islam Negeri (UIN) STS Jambi juga melaksanakan pentas seni. Rangkaian acara pentas seni tersebut terdiri dari, penampilan puisi, drama, rebana dan senam One Billion Rissing. Kepedulian dari organisasi mahasiswa ini bukan bentuk perpanjangan tangan dari pemerintah, melainkan kode keras untuk pemerintah agar memperhatikan pemerataan pendidikan hingga ke pedalaman.
Sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31: (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. (2 ) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (4 ) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Makna dari pasal 31 tersebut adalah setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali, pemerintah dalam hal ini mempunyai tanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan. Tapi pada kenyatannya masih banyak warga Negara Indonesia belum bisa mengecap pendidikan yang sebenarnya.
Untuk pemerataan pendidikan, pemerintah selaku salah satu fasilitator seharusnya membangun gedung-gedung sekolah tidak hanya di wilyah perkotaan saja tapi juga di daerah pedalaman. selain itu pemerintah juga harus mencanangkan program pembagian buku dan peralatan sekolah secara gratis. Pemerintah juga harus memperhatikan kebutuhan guru didaerah pelosok, karena guru merupakan elemen penting dalam dunia pendidikan. jika ada guru yang bekerja secara relawan, maka pemerintah seharusnya memberikan tunjangan yang memadai. Tidak hanya itu, peningkatan fasilitas infrastruktur akses menuju sekolahan sangat perlu, supaya sekolah tersebut mudah untuk dijangkau. Semua itu demi terciptanya pendidikan yang bermutu bagi seluruh warga Negara Indonesia.